Jakarta - Anggota Komisi Pertahanan dan Luar Negeri Parlemen Indonesia dan
Staff Khusus Presiden Indonesia minta penjelasan Australia soal berita
penyadapan terhadap pejabat tinggi Indonesia yang mulai ramai kembali di
media.
Anggota Komisi 1 DPR, Tantowi Yahya, kepada Radio Australia
menegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus mengeluarkan
pernyataan tegas langsung kepada Perdana Menteri Australia Tony Abbott
untuk menyampaikan ketidaksukaan Indonesia isu penyadapan.
Menurut Tantowi, SBY juga harus
meminta klarifikasi yang harus ditanggapi serius oleh Abbott dan
mendapat jawaban secepat mungkin. “Jika tidak ini bakal membahayakan
hubungan kedua negara, satu diantaranya adalah evaluasi bahkan
membatalkan kembali kerjasama bilateral yang sudah terjalin dan akan
terjalin antara kedua negara,” tegas Tantowi.
Dia juga meminta agar isu ini tidak
lagi hanya ditanggapi oleh Menteri Luar Negeri saja yang sebelumnya
pernah juga menyampaikan pernyataan atas isu ini. “Masyarakat Indonesia
sedang menantikan statement keras langsung dari Presiden yang
dialamatkan kepada Perdana Menteri Tony Abbott,” jelasnya lagi.
Selain itu Tantowi berpendapat
kalau saat ini Indonesia belum perlu mengambil jalan akhir diplomasi
dengan menarik Dubes Indonesia atau mengusir Dubes Australia dari
Jakarta.
“Belum tepat mengusir, tetap saja
Presiden harus memberikan penryataan keras dan nanti kita lihat reaksi
Canberra seperti apa,” lanjut Tantowi.
Jika memang Australia memanggap sepele langkah penarikan dan pengusiran Dubes baru bisa dilakukan.
Sementara itu Staff Khusus Presiden
Bidang Hubungan Luar Negeri, Teuku Faizasyah, dalam akun Twitternya
menulis: “Pemerintah Australia sangat perlu mengklarifikasi berita ini
untuk menghindari kerusakan lebih lanjut.”
Dikabarkan kalau Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, akan memberi pernyataan kepada media terkait isu penyadapan.
Dalam dokumen pembocor data
intelijen Edward Snowden yang diperoleh ABC dan Guardian menyebut kalau
Australia melakukan penyadapan kepada sejumlah pejabat tinggi Indonesia
pada 2009 lalu, termasuk Presiden SBY dan ibu Ani Yudhoyono. (Sumber)