Anggota TNI Diadili karena Aniaya Warga hingga Tewas

Polres Kepulauan Seribu
1

Enam anggota Batalyon Infanteri 400/Raider Komando Daerah Militer (Kodam) IV/Diponegoro mulai diadili di Pengadilan Militer (Dilmil) II-10. Mereka menjalani sidang dakwaan terkait kasus penganiayaan hingga menyebabkan kematian terhadap warga Maluku, Rido Hehanusa.

Enam oknum yang disidang adalah Lettu (inf) Eko Santoso, Pratu Eko Susilo, Praka Joko Prayitno, Praka Eko Priyono, Praka Andri Jasmanto, Praka Didik Mardiono. Selama dibacakan dakwaan, mereka berdiri di depan hakim dalam posisi siap.

Oditur Militer Mayor CHK Sukino SH mengatakan awal mula tindakan penganiayaan pada 30 Mei 2013 dini hari lalu di Liquid Cafe Jalan Thamrin Semarang. Saat itu, terdakwa Eko Santoso dan Eko Susilo yang sedang melakukan monitoring bertemu Rido dan 6 temannya yang dalam keadaan pengaruh minuman keras. Rido hendak masuk ke cafe tanpa membayar sehingga terjadi keributan dengan satpam setempat. Tiba-tiba Rido memaki-maki Eko Santoso yang duduk dengan menopangkan kaki.

"Rido kemudian berbicara kepada terdakwa 1, 'Tidak sopan kamu' kemudian terdakwa satu berdiri dan mengatakan 'mau apa kamu?'. Terjadi cekcok antara terdakwa satu dan Rido. Rido agresif mengejar sambil menunjuk," kata Mayor CHK Sukino di ruang sidang Dilmil II-10, Semarang, Selasa (19/11/2013).

Dalam cekcok tersebut Eko Susanto sempat didorong oleh saksi hingga terjadi keributan. Kemudian Eko Susanto meminta Eko Susilo menghubungi rekan-rekannya. Kemudian 4 terdakwa lainnya tiba di Thamrin dan menuju ke cafe E-Plaza untuk menghampiri Rido.

"Di diskotik E-Plaza, saudara Rido dipukul di dagu oleh terdakwa 1 hingga tidak sadar diri," tandasnya.

Kemudian para terdakwa membawa korban ke kompleks Perumahan PJKA di Srondol menggunakan taksi karena mobil Peugeot yang ditunggu tidak datang. Dari perumahan PJKA, korban dibawa menggunakan mobil Peugeot menuju bekas kolam renang di Jalan Pramuka.

Di bekas kolam renang itulah penganiayaan terjadi. Rido dihajar menggunakan selang dan satu batang bambu. Pertama Rido ditampar kemudian dipukul bagian perut. Lalu saat dipukul rahang kirinya, Rido terjatuh dan kepalanya terbentur batu. Korban sempat diinjak tiga kali oleh terdakwa. Korban juga dipukul menggunakan selang hijau dan sebilah bambu.

Setelah itu, pagi jam 05.00 dibawa ke Simpang Lima. Dari sana ia dibawa ke tempat latihan di Meteseh dan ke hutan wisata Penggaron. Dalam perjalanan ke hutan Penggaron, Rido bersandar di pundak terdakwa 2 dan diketahui meninggal.

"Setelah masuk Penggaron, terdakwa melakukan pertolongan dengan menidurkan di mobil dan menekan dada," sambung Oditur.

Jenazah korban sempat dibawa ke hutan Jati Mangkang kemudian ke RS Tamtama. Namun karena di pintu masuk RS banyak orang, terdakwa membawa jenazah ke SPBU Sukun dahulu dan kembali lagi ke RS Tamtama.

Enam terdakwa tersebut dijerat dengan pasal 351 KUHP ayat 3 jo pasal 351 KUHP ayat 1 jo pasal 55 KUHP tentang penganiyaan yang menyebabkan kematian orang lain dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara.

Dalam persidangan yang dipimpin hakim ketua Letkol Chk Surjadi Syamsir Sh Mh, terdakwa Eko Susanto menyatakan tidak mengajukan pembelaan setelah berkonsultasi dengan kuasa hukumnya, Mayor CHK Winarjo.

Kapendam IV Diponegoro, Kolonel Arh Ramses Lumban Tobing mengatakan Sanksi disiplin kepada terdakwa sudah dilakukan sejak penahanan dan paling berat bisa berupa pemecatan. "Ada sanksi pemecatan, nanti diperiksa dan dilihat fakta di lapangan untuk menentukan," tegas Ramses

"Peristiwa ini bisa menimpa siapapun, jangan benturkan TNI dengan suku tetentu," imbuhnya.

Persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan 8 saksi dari warga dan pihak cafe. Hingga saat ini persidangan yang dibuka untuk umum itu masih berlangsung.(Sumber)
Tags

Post a Comment

1Comments

  1. Bagus lah ini negara hukum semua warga negara harus dihukum kalau melakukan kejahatan tidak perduli itu pemerintah serta aparat negara semua yang melawan dan melanggar hukum harus di tindak

    ReplyDelete
Post a Comment