Bom Bunuh Diri, Jalan Jihad?

Polres Kepulauan Seribu
0

polreskepulauanseribu.com - BOM bunuh diri (suicide bombing) adalah perbuatan yang amat tercela dan sama sekali tidak ada tempatnya dalam agama mana pun, termasuk Islam. Nabi menyebut orang yang bunuh diri, dengan cara apapun, sebagai mati kafir, apapun alasannya.

Hingga ada kalangan ulama fikih berpendapat orang yang bunuh diri tidak layak disalati karena mati kafir. Al-Qur'an dan hadis tidak pernah sedikit pun memberi peluang bunuh diri. Yang ada hanya sebaliknya.

Al-Qur'an melarang orang menceburkan diri ke dalam kebinasaan, sebagaimana dalam firman-Nya: "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik". (Q.S. al-Baqarah/2:195).

Al-Qur'an juga melarang keras melayangkan nyawa orang lain: "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya". (Q.S. al-Maidah/5:32). Banyak lagi ayat dan hadis yang sejalan dengan ayat di atas.

Berjuang dengan cara suicide bombing tidak bisa disebut jihad. Jihad memang diserukan dan perang pun dibenarkan. Akan tetapi jihad dan peperangan ada ketentuannya. Islam tidak menolerir umatnya mati konyol, dalam arti sudah tahu akan kalah telak tetapi masih nekad untuk melanjutkan jihad dan peperangan.

Berulang kali ayat turun menyerukan jihad tetapi redaksi yang digunakan Tuhan ialah wajahidu bi amwalikum wa anfusikum (berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian). Bukan mendahulukan berjihad dengan jiwa baru harta.

Demikian pula perintah jihad selalu diawali dengan hijrah baru jihad: Wa hajaru wa jahadu (dan hijrahlah dan berjihadlah). Tidak pernah dibalik, berjihad baru hijrah. Rasulullah Saw membuktikan beberapa kali hijrah bersama para sahabat untuk mencari keamanan jiwa, bukannya nekad bertahan sampai mati di Mekkah bersama umatnya yang lain.

Belum lama kita sering menyaksikan bom bunuh diri dengan mengatasnamakan Islam. Umumnya mereka yang korban ialah anak-anak muda yang wawasan keislamannya masih belum terlalu mendalam. Mereka sesungguhnya korban doktrin yang dilakukan oleh sebuah jaringan ideologi yang menginginkan adanya perubahan mendasar di negeri ini.

Mereka membayangkan sebuah negara yang betul-betul bisa menegakkan Syari'ah Islam secara utuh berdaulat di dalamnya. Mereka rela melakukan bom bunuh diri. Doktrin yang sedemikian kuat bahwa mati memperjuangkan "Islam" adalah mati syahid.

Ayat-ayat yang ditemukan di dalam laptop dan di rumah-rumah kontrakannya ialah ayat-ayat ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis yang sudah susun secara sporadic, yang seolah-olah memberikan kesan bahwa memperjuangkan Islam nyawa harus menjadi taruhannya. Mati membela agama Allah jelas mati syahid dan dijamin masuk syurga dengan iming-iming bidadari dan kesenangan lainnya yang menanti di surga.

Bom bunuh diri dalam bentuk mengantung diri, loncat dari gedung tinggi, memanjat tower, meminum racun, menabrakkan diri kepada kendaraan yang sedang melaju, menggorok leher, meledakkan bom pada dirinya, dan lain sebagainya, sebagai bentuk kekecewaan terhadap nasib yang menimpa dirinya jelas ini terlarang.

Kalau dengan motif jihad sebagaimana disebutkan di atas mungkin masih bisa dicari benang merahnya. Tetapi kalau alasan yang disebutkan terakhir sepakat seluruh ulama mengharamkannya.
Merupakan tanggung jawab kita semua, khususnya para orang tua dan tokoh agama untuk menyerukan warga bangsa dan umat untuk menjauhi bunuh diri. Dalam konsep ushul fikih, seandainya tidak ada pilihan lain, bunuh diri atau membunuh orang lain, diminta memilih yang terakhir.

Alasannya, kalau membunuh orang lain masih bisa bertaubat dan meminta maaf kepada keluarga korban dan memohon ampun kepada Allah Swt. Akan tetapi kalau bunuh diri, tidak ada lagi kesempatan bertaubat dan memohon ampun. Bisa langsung masuk ke neraka.
 
oleh : Nasaruddin Umar
 
Tags

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)