Polri Dalam Kehidupan Berdemokrasi

Polres Kepulauan Seribu
0
oleh : AKP Armunanto Hutahaean SE SH MH ( KASAT REKRIM POLRES KEPULAUAN SERIBU).

polreskepulauanseribu.com - Pemilihan umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945. 

Pemilu Tahun 2014 sangat penting dan strategis bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga harus dapat diselenggarakan dengan aman dan sukses. Polri selaku aparat pemelihara keamanan dalam negeri diberikan tugas dan tanggung jawab untuk mengamankan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan wakil presiden. Oleh karena itu segala upaya dan kegiatan diarahkan untuk meningkatkan kinerja Polri, agar dapat mewujudkan situasi Keamanan dalam negeri yang kondusif menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden.Namun demikian upaya tersebut tidaklah mudah, mengingat ancaman dan gangguan Kamtibmas dari waktu ke waktu menunjukan kecenderungan terjadi peningkatan sejalan dengan perkembangan masyarakat. 

Dalam upaya menciptakan situasi Kamdagri yang mantap pada pelaksanaan pilpres/wapres diperlukan komitmen seluruh komponen bangsa sesuai peran dan tanggung-jawabnya untuk berpartisipasi dan melaksanakan Pemilihan presiden dan wakil presiden secara bersih, jujur, dan adil. Polri sebagai institusi yang bertanggung-jawab untuk memelihara dan mewujudkan keamanan dalam negeri, memerlukan dukungan dari semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat. 

Beberapa hari lagi, tepatnya tanggal 9 juli 2014, merupakan puncak demokrasi di indonesia dimana pada tanggal tersebut rakyat indonesia akan memilih pemimpin indonesia, presiden dan wakil presiden indonesia untuk 5 (lima) tahun mendatang. Sejak bergulirnya semangat reformasi pada tahun 1998, kita ketahui bahwa indonesia merupakan salah satu negara yang sangat menjunjung tinggi demokrasi dimana ditandai dengan adanya pemilihan presiden/wakil presiden secara langsung oleh rakyat. 

Bagaimana Hak pilih dan dipilih bagi anggota polri ? 
Sejak bergulirnya reformasi pada tahun 1998, dimana tuntutan reformasi itu salah satunya yaitu adanya pemisahan Polri dari TNI (ABRI) dan secara resmi pada tanggal 1 April 1999 Polri resmi pisah dari TNI (ABRI). Dengan keluarnya Polri dari ABRI, maka Polri harus mengikis sifat-sifat militer yang melekat pada dirinya dan mencoba membangun karakter sipil “a civilian in uniform” yaitu orang sipil yang diberi baju seragam (Prof. Sartjipto Rahardjo, “Membangun Polisi sipil, Perspektif hukum, Sosial dan Kemasyarakatan”). 

Dalam UU No. 43 tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian, dalam pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa pegawai negeri dibagi menjadi Pegawai negeri sipil, anggota Tentara nasional indonesia dan anggota kepolisian negara republik indonesia. Jika mengacu pada pasal tersebut, maka sebagai pegawai negeri sipil sudah selayaknya polri mempunyai hak sipil dan politik yaitu hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik. 

Dalam perspektif negara indonesia, hak sipil dan politik tersebut dijamin dalam UUD tahun 1945 pasal 28 E ayat (3) yang berbunyi ”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Kemudian Mengenai hak sipil dan politik tersebut juga dijamin dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak asasi manusia (HAM). 

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka demokrasi dilihat dari bentuknya telah diwarnai oleh pandangan hidup/ideologi bangsa, dimana substansinya adalah sama yaitu menunjukkan adanya peran serta partisipasi aktif rakyat didalam pemerintahan yang dilandasi persamaan dan kemerdekaan/kebebasan. Partisipasi aktif atau partisipasi politik merupakan ukuran tentang betapa pentingnya kedudukan dan hubungan individu dalam negara. Hal tersebut bermakna bahwa pengakuan kebebasan dalam sistem politik merupakan konsekuensi logis atas hak sipil dan politik sebagaimana termaktub dalam konsepsi hak asasi manusia melalui kehidupan kenegaraan dan kegiatan pemerintahan. Demikian hal dengan hak pilih maupun dipilih bagi setiap anggota polri, merupakan konsekuensi logis dari perkembangan demokratisasi dan hak asasi manusia yang menempatkan hak pilih sebagai hak dasar yang tidak dapat dilanggar oleh negara serta dijamin oleh undang-undang. 

Apabila dilihat dari perspektif sejarah dan politik hukum, dapat diketahui dalam 3 (tiga) periode kekuasaan yaitu dalam periode era orde lama, orde baru maupun orde reformasi. Pada periode kekuasaan orde lama, angkatan bersenjata (TNI) dan Polri diberikan hak memilih dalam setiap pemilu. Kemudian pada masa orde baru, ABRI (TNI) dan Polri tidak diberikan hak untuk memilih dalam pemilu, namun keberadaan TNI dan Polri dalam ranah-ranah politik diatur secara khusus melalui mekanisme pengangkatan dalam lembaga legislatif (ditandai dengan adanya fraksi TNI/Polri dalam lembaga legislatif). Sedangkan pada era reformasi hak pilih dan dipilih bagi anggota TNI/Polri dihilangkan sehingga TNI dan Polri hanya melaksanakan tugas negara tanpa adanya hak politik yang melekat dalam diri setiap anggota TNI dan Polri. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengaturan hukum mengenai hak pilih menurut perspektif HAM dalam konteks masyarakat demokratis belumlah sinkron. Hak sipil dan politik setiap anggota Polri belum dapat digunakan sebagaimana mestinya. 

Namun tidak dapat digunakannya Hak pilih polri dalam pemilu tentunya untuk menjamin netralitas polri dalam kehidupan politik. Hal itu tentunya sudah sesuai dengan kebijakan dan komitmen pimpinan polri untuk tidak terbawa dalam pusaran politik yang justru akan memperburuk citra polri di mata masyarakat. Betapa mulianya pengabdian polri kepada masyarakat, bangsa dan negara, dimana setiap anggota polri rela melepas hak-hak dasarnya demi untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Keberadaan polri dalam kehidupan berpolitik memposisikan dirinya sebagai wasit yang netral dalam suatu pertarungan politik dan juga sebagai pengawal dalam kehidupan demokrasi. 

Tidak digunakannya hak pilih dan dipilih bagi anggota polri juga bukan berarti bahwa tidak adanya sinkronisasi politik hukum dalam masyarakat demokratis. Namun itu merupakan bentuk pengabdian anggota polri terhadap masyarakat, bangsa dan negara demi terwujudnya keamanan dalam negeri meskipun adanya dilema bahwa masih rendahnya kesejahteraan yang diterima setiap anggota polri. 

(tulisan ini merupakan analisa dan pendapat pribadi)
Tags

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)