KEPEMIMPINAN DALAM PERSFEKTIF KEPOLISIAN

Polres Kepulauan Seribu
0
Oleh : AKP Armunanto Hutahaean SE SH MH
Kasat Reskrim Res kep Seribu
1. HAKIKAT MENJADI SEORANG PEMIMPIN
Manusia adalah merupakan mahkluk ciptaan Tuhan yang paling agung yang diberi keistimewaan dari ciptaan-ciptaan NYA yang lain yaitu memiliki akal pikiran, otak, juga kemampuan untuk memilih hal-hal yang baik dan yang buruk. Dan yang paling penting adalah bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan yang sempurna yang telah memiliki talenta/bakat untuk menjadi seorang pemimpin.
Bakat/talenta kepemimpinan yang dimiliki oleh setiap manusia tersebut merupakan faktor pendukung utama yang menyebabkan manusia sebagai mahkluk sosial mampu berintegrasi dengan sesama mahkluk hidup, saling menghargai dan saling menghormati serta mampu mengelola lingkungan sekitar dengan baik.
Menurut George R. Terry (2006 : 495): “Kepemimpinan adalah kegiatan-kegiatan untuk mempengaruhi orang orang agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok secara sukarela.”.
Sementara  pemimpin menurut  Henry Pratt Faiechild dalam Kartini Kartono (1994 : 33) ialah seorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/ penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.
Seorang pemimpin itu harus mempunyai prestasi yang lebih baik dari yang dipimpin serta mempunyai kemampuan untuk memotifasi bawahannya. Selain itu, pemimpin yang baik harus seperti air terjun, bukan seperti air mancur.
2. MENJADI SEORANG PEMIMPIN YANG BAIK
Seorang pemimpin harus bersikap melayani, tidak semata-mata untuk dilayani, melayani anak buah (yang dipimpin) dan melayani masyarakat. Konsekuensinya, anak buah yang dipimpin juga harus patuh kepada pimpinannya meskipun bertentangan dengan hati nurani nya. seorang pemimpin harus tegas, bersikap melayani anak buah dan masyarakat serta harus bisa menampilkan keteladanan. Selain itu, Pemimpin yang baik harus bisa menjalankan 5 (lima) peran secara bersamaan, yaitu harus bisa berperan sebagai bapak, sebagai guru, sebagai atasan, sebagai komandan dan sebagai teman. Tidaklah mudah untuk menjadi seorang pelayan. Untuk menjadi seorang pelayan yang baik, seorang pemimpin harus merendahkan diri, menghilangkan keangkuhan atau kesombongan dan tidak mengharapkan pamrih ataupun upah dari orang yang dilayani tersebut.
Dalam teori management, salah satu metode untuk memberdayakan kepemimpinan adalah dengan mengenal analisis SWOT ( Strenght, weaknes, Opportunity dan threat ).
Strenght (kekuatan) : kekuatan menyangkut kemampuan, kecakapan, daya tahan, kecerdasan dan potensi yang dimiliki. Setiap pemimpin hendaknya harus mengetahui dan memiliki kekuatan;
Weaknes (kelemahan) : faktor kelemahan merupakan salah satu faktor yang sering mengganggu kepemimpinan. Setiap pemimpin harus mengetahui kelemahan maupun kekurangan dirinya agar segera dapat dilakukan perbaikan sehingga tidak mengganggu kepemimpinannya;
Opportunity (Peluang) : diharapkan setiap pemimpin harus mampu melihat peluang atau kesempatan yang terbuka bagi organisasi yang dipimpinnya, sehingga dapat mendorong pemimpin untuk merancang taktik dan strategi guna pencapaian tujuan;
Threat (ancaman) : faktor ancaman ini berpotensi besar dalam mengganggu kepemimpinan. Untuk itu pemimpin harus mampu mengenali faktor-faktor ancaman tersebut dan kemudian menghilangkannya atau memodifikasinya menjadi faktor pendorong kepemimpinannya;
Menjadi seorang pemimpin di kepolisian tidaklah gampang, sebab seorang pemimpin di kepolisian dituntut agar memiliki sifat untuk selalu melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta sekaligus melakukan penegakkan hukum. Selain itu, untuk menjadi seorang pemimpin di kepolisian harus mampu menjabarkan visi dan misi organisasi melalui kebijakan dan strategi serta diwujudkan dalam bentuk program-program kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.
3. PEMIMPIN HARUS BIJAK DAN TEGAS DALAM MENANGANI KONFLIK KOMUNAL
Konflik secara sosiologi dapat dipahami sebagai perseteruan atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih, yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial, sehingga mengganggu stabilitas serta menghambat pembangunan nasional. Konflik sosial dan berujung terhadap tindakan anarkis yang timbul akan berdampak pada adanya gangguan kamtibmas. Gangguan kamtibmas yang timbul akibat konflik tersebut merupakan recidu/sampah dari sistem-sistem yang ada, baik itu sistem ideologi, politik, ekonomi, sosial dan  budaya. Untuk mengatasi residu/sampah tersebut, polisi tidak punya kewenangan untuk “menyembuhkan”, namun hanya bisa sebagai “pemadam kebakaran” saja.
Dalam mengatasi residu/sampah dari sistem tersebut, seorang pemimpin dituntut harus mampu :
a. Melakukan pencegahan konflik, dengan cara ;
1) Menginventarisir potensi konflik, yang bersumber dari sengketa lahan, perseteruan antar umat beragama, suku dan golongan maupun sengketa pemilu;
2) Mencari akar permasalahan terjadinya konflik dengan cara mencari asal usul konflik, memahami adat isitiadat dan budaya di masyarakat;
3) Mencari langkah-langkah pemecahan konflik, dengan cara mengurai akar masalah dan melakukan kordinasi dengan instansi lain;
4) Memetakan semua potensi konflik;
5) Memberi penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat;
6) Melakukan polmas di wilayah konflik;
7) Melakukan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli;
8) Membangun sistem peringatan dini.
b. Menghentikan konflik, dengan cara :
1) Pengerahan kekuatan polri dengan menggunakan peralatan yang tidak mematikan serta melibatkan tokoh-tokoh masyarakat yang ada;
2) Melakukan penyelamatan dan perlindungan terhadap korban konflik;
3) Melokalisir konflik agar tidak meluas.
c. Melakukan penegakkan hukum, dengan cara :
1) Mengamankan tempat kejadian perkara (TKP) dan mencari barang bukti;
2) Identifikasi dan periksa saksi-saksi;
3) Tindak para pelaku, utamakan para pimpinannya atau penggeraknya;
4) Lakukan penyidikan secara transparan.
Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa seorang pemimpin harus bisa menjadi tauladan bagi yang dipimpinnya, mampu mengatasi permasalahan yang ada, mampu dan mau melakukan perubahan kultur, think out of the box demi kemajuan organisasi yang dipimpinnya, jangan bertindak sebagai penonton namun harus bertindak sebagai pemain dan tidak pemain yang safety player, menjadi seorang pelayan dan bukan minta dilayani. Dan yang paling utama untuk menjadi seorang pemimpin harus mempunyai moralitas dan ahklak yang tinggi, mampu memotivasi bawahan, mau memberikan reward dan punishment kepada orang yang dipimpinnya serta mampu mensejahterakan bawahannya sehingga bawahan tidak mempunyai pikiran maupun niat untuk melakukan hal-hal tercela, (seperti; pemerasan, pungli, rekayasa kasus, dll).
Tags

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)