POLISI DI MATA MASYARAKAT

Polres Kepulauan Seribu
0

OLEH : AKP. ARMUNANTO HUTAHAEAN,SE.,SH.,MH.

ISTILAH POLISI
            Istilah polisi dibeberapa negara ditinjau dari segi etimologis memiliki ketidaksamaan, seperti di Yunani istilah polisi dengan sebutan politea, di inggris dengan sebutan police juga dikenal dengan istilah constable, di Jerman dengan istilah polizei, di Amerika dengan istilah sheriff, di Belanda politie, di Jepang dengan istilah koban dan chuzaisho. Namun jauh sebelum istilah polisi lahir sebagai organ, kata polisi telah dikenal dalam bahasa yunani, yakni politea, politea digunakan sebagai title buku pertama filsuf Plato yakni politea  yang mengandung makna suatu negara yang ideal sekali sesuai dengan cita-citanya, suatu negara yang bebas dari pemimpin negara yang rakus dan jahat, tempat keadilan dijunjung tinggi.[1]
            Kemudian dikenal sebagai suatu bentuk negara, yaitu negara polisi (polizeistaat) yang artinya negara yang menyelenggarakan keamanan dan kemakmuran atau perekonomian, meskipun negara polisi ini kemudian dijalankan secara absolut. Di dalam negara polisi tersebut dikenal dua konsep polisi (polizei), yakni sicherheit polizei yang berfungsi sebagai penjaga tata tertib dan keamanan dan verwaltung polizei atau wohlfart polizei yang berfungsi sebagai penyelenggara perekonomian atau penyelenggara semua kebutuhan hidup warga negara.[2]
            Bagaimana kesan polisi dimata masyarakat? Kesan masyarakat terhadap polisi diseluruh penjuru dunia sangatlah buruk. Kesan negatif selalu melekat terhadap kepolisian, banyak tindakan kepolisian yang dilakukan oleh polisi tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Banyak yang menyalahkan dan banyak juga masyarakat yang mendukung tindakan tersebut, terutama masyarakat yang diuntungkan oleh tindakan kepolisian tersebut. Dalam hal menangani kejahatan dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, polisi juga banyak mendapat cemoohan, terutama apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh pihak-pihak tertentu. Dalam arti lain bahwa tidak ada atau tidak pernah terdapat citra polisi yang positif dalam setiap melaksanakan tugasnya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa polisi selalu mendapat citra yang negatif dari masyarakat[3] yaitu : pertama, Polisi adalah petugas terdekat dan terdepan dengan kejahatan dimasyarakat, selain itu polisi juga pihak yang pertama yang akan menerima laporan tentang kejahatan dan mengetahui terjadinya suatu kejahatan. Kedua, kedudukan, peran dan tugas serta tanggung jawab pihak kepolisian khususnya petugas polisi, berada ditengah-tengah diantara pelaku kejahatan (baik sebagai individu maupun kelompok) dan masyarakat (noncriminal). Kegagalan dalam menanggulangi kejahatan merupakan sasaran kritik dan celaan masyarakat, sedangkan keberhasilan menanggulangi kejahatan merupakan ancaman serius (baik fisik maupun fsikis) terhadap polisi dan keluarga. Ketiga, kecanggihan perkembangan teknologi selain memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat, juga telah terbukti merupakan pra kondisi bagi peningkatan modus operandi kejahatan yang berkembang dimasyarakat.
Dengan memperhatikan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Polisi, masyarakat dan kejahatan/pelaku kejahatan merupakan Tri tunggal yang memiliki fungsi yang berbeda tetapi memiliki keterkaitan[4].
Bagaimana dengan kepolisian negara Republik Indonesia (Polri)?
 Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, ada beberapa faktor yang menjadi sebab terjadinya perilaku negatif yang selama ini  dilakukan oleh beberapa oknum anggota Polri, yaitu :[5]
1.    Adanya sejumlah kekuasaan dan kekuatan yang hanya diberikan kepada polisi, dimana badan lain tidak memilikinya, seperti menghentikan orang, menahan, memeriksa, menggeledah, dan memasuki rumah. Kekuasaan yang bersifat monopolisitis tersebut mengandung resiko untuk menggelincir menjadi penyalahgunaan dan penggunaan berlebihan.
2.    Faktor dan keadaan yang diperkirakan memberikan kesempatan bagi berlangsungnya perbuatan negatif tersebut, seperti adanya lokasi sosial yang merupakan tempat pertemuan antara polisi dengan publik yang dilayani dan sekaligus di disiplinkan. Simpul-simpul tersebut bisa berubah menjadi lokasi transaksi macam-macam. Dalam hal ini, masyarakat juga turut berperan untuk memancing terjadinya perilaku buruk polisi. Berbagai alasan bisa dikemukakan, tetapi itulah kenyataannya.

KEPOLISIAN DI INDONESIA
Dilihat dari sisi historis, istilah Polisi di Indonesia mengikuti dan menggunakan istilah politie di Belanda. Hal ini sebagai akibat dan pengaruh dari bangunan sistem hukum Belanda yang banyak dianut di negara Indonesia. Dalam kamus bahasa Indonesia, dapat diartikan bahwa polisi adalah :
1.    Sebagai badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (seperti menangkap orang yang melanggar undang-undang dsb).
2.    Anggota dari badan pemerintah tersebut diatas ( pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan,dsb.).[6]
Berdasarkan pengertian dari kamus umum bahasa Indonesia tersebut ditegaskan, bahwa kepolisian sebagai badan pemerintah yang diberi tugas memelihara keamanan dan ketertiban umum. Dengan demikian arti polisi tetap ditonjolkan sebagai badan atau lembaga yang harus menjalankan fungsi pemerintahan dan sebagai sebutan anggota dari lembaga. Pengertian lain sebagaimana yang disebutkan dalam pasal (1) angka 1 UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Istilah kepolisian dalam undang–undang polri tersebut mengandung dua pengertian, yakni fungsi polisi dan lembaga polisi. Jika mencermati dari pengertian fungsi polisi sebagaimana disebutkan dalam pasal (2) UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri tersebut fungsi kepolisian sebagai satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan kemanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat, sedangkan lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian berbicara kepolisian berarti berbicara tentang fungsi dan lembaga kepolisian.
            Berdasarkan rumusan pasal (2) UU. No. 2 tahun 2002 tentang Polri, fungsi kepolisian adalah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan terhadap masyarakat. Fungsi kepolisian tersebut menjadi tugas pokok kepolisian sebagaimana dirumuskan dalam pasal (13) UU No.2 tahun 2002 tentang polri,  adalah :
1.    Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
2.    Menegakkan hukum;
3.    Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

POLISI SEBAGAI PELAYAN MASYARAKAT
Pelayanan dimaknai sebagai suatu tuntutan bahwa setiap anggota Polisi dalam setiap langkah pengabdiannya bertindak secara Bermoral, Beretika, Sopan, Ramah dan Proporsional. Pelayanan lebih menekankan pada pemberian bantuan, dan yang melayani kepada yang dilayani. Karena Polisi menyatakan diri sebagai pelayan masyarakat, maka sebagai pihak yang memberikan bantuan harus bertindak lebih proaktif, tanpa harus menunggu masyarakat meminta bantuan atau tidak. Dengan sikap penuh pengabdian, Polisi memerlukan landasan moral yang kuat, yang mempengaruhi penampilannya pada setiap saat dan tempat, bahwa apa yang dilakukan adalah suatu pengabdian yang tiada akhir, Mengabdi adalah Melayani, bukan dilayani.
Pelayanan ini secara nyata diwujudkan dalam pemberian layanan masyarakat yang dilakukan dengan kemudahan, cepat, simpatik, ramah dan sopan serta tanpa pembebanan yang tidak semestinya. Namun, harus diakui bahwa mengubah paradigma lama dan menterjemahkannya ke dalam perilaku sehari-hari bukanlah hal yang mudah. Secara kongkret, berbagai fungsi di tubuh Polisi secara terus-menerus dan tidak kenal lelah telah, masih, dan akan meningkatkan kualitas pelayanannya.
Tuntutan Pelayanan yang diwujudkan oleh Polisi baik sebagai individu maupun sebagai institusi tidak hanya sebatas pada keinginan untuk berbuat, namun diwujudkan secara nyata dalam perilaku anggota maupun institusi dalam berhubungan dengan masyarakat. Perilaku polisi yang melayani adalah tindakan proaktif dalam berhubungan dengan masyarakat, termasuk keinginan dan kesungguhan untuk menempatkan masyarakat setara dengan polisi dalam memecahkan permasalahan. Peran ini tidak mungkin dapat diwujudkan manakala tidak ada aktivitas Polisi di dalamnya.

*Penulis adalah kasat reskrim polres kepulauan seribu Polda Metro Jaya dan mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP.



[1] Azhari, Negara Hukum Indonesia analisis Yuridis Normatif terhadap Unsur-unsurnya, UI Press, Jakarta,1995, hal. 19.
[2] Hans Nawiasky dalam Azhary, op.cit. hal. 44
[3] Prof. Dr. H. Romli Atmasasmita, SH., LLM., Teori dan kapita selekta Kriminologi (edisi Revisi), PT. Refika Aditama, Jakarta, 2013
[4] ibid
[5] Prof. Satjipto Rahardjo, 2007, Perilaku polisi, wajah hukum sehari-hari.
[6] W.J.W. Purwodarminto, kamus umum bahasa Indonesia, balai pustaka, Jakarta, 1986, hal.763
Tags

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)